Rabu, 10 April 2013
Senin, 01 April 2013
Tulisan bahasa Indonesia 2#
TULISAN BAHASA INDONESIA 2#
HUMAN TRAFFICKING (PERDAGANGAN MANUSIA)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Pada
abad ke-21 ini, kita masuk ke dalam era globalisasi, di mana tidak ada batasan
lagi antar
negara di
seluruh dunia. Saat
ini, negara-negara
di dunia telah terikat hubungan sehingga tercipta suatu ketergantungan,
baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya, dan masih banyak lagi
aspek dalam kehidupan. Globalisasi menjadi hal yang membawa dampak dan
pengaruh bagi negara, baik dampak positif maupun dampak negatif.
Dari
semua dampak negatif yang ditimbulkan oleh era globalisasi, terdapat satu
dampak yang menjadi masalah serius di negara Indonesia. Salah satu dampak
tersebut adalah terjadinya kasus perdagangan manusia. Kasus ini sudah tidak
asing lagi. Banyak sekali berita yang beredar di media massa mengenai kasus
perdagangan manusia. Tidak hanya negara berkembang saja yang memiliki kasus
perdagangan manusia. Bahkan, pada negara-negara maju pun kasus seperti ini
sangat sering ditemui. Masalah ini merupakan masalah yang sangat sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Isu mengenai perdagangan manusia yang
diangkat akan terus dibicarakan sepanjang waktu. Hal tersebut dikarenakan
masalah mengenai perdagangan manusia sudah sangat mengakar dan membudaya dalam
kehidupan sehari-hari.
Saat
ini, perdagangan manusia menjadi salah satu tema yang patut dibicarakan. Sikap
dari berbagai macam kalangan yang beragam dalam menghadapi masalah perdagangan
manusia. Serta adanya pro dan kontra yang datang dari semua kalangan dalam
masyarakat Indonesia membuat permasalahan ini harus diluruskan. Perdagangan
manusia membawa dampak buruk bagi semua kalangan masyarakat. Maka, hal ini
memberikan tantangan kepada penulis dan pembaca sebagai masyarakat Indonesia,
masyarakat yang madani, dan juga sebagai seseorang yang mempunyai wawasan untuk
menyikapi hal tersebut secara bijak dan juga rasional.
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah
pengertian dari perdagangan manusia?
2. Apa
saja bentuk-bentuk perdagangan manusia?
3. Apa
penyebab terjadinya perdagangan manusia di Indonesia?
4. Apakah
akibat terjadinya perdagangan manusia di Indonesia?
5. Bagaimanakah
tanggapan pemerintah Indonesia terhadap kasus perdagangan manusia di Indonesia?
6. Bagaimana
solusi untuk mengatasi perdagangan manusia di Indonesia?
1.3. Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulis membuat makalah ini adalah untuk mengajak semua kalangan untuk memahami
situasi kasus perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia. Tidak hanya itu,
penulis juga mengajak semua kalangan untuk memahami apa saja penyebab yang
mendorong terjadinya kasus perdagangan manusia serta akibat yang ditimbulkan
dari tindakan tersebut. Selain itu, tujuan penulis adalah untuk membangun
kepedulian semua kalangan masyarakat terhadap kasus perdagangan manusia di
Indonesia. Wujud kepedulian terhadap kasus ini dapat dibangun dengan cara ikut
berpartisipasi dalam pencarian solusi untuk masalah perdagangan manusia yang
terjadi di wilayah Indonesia.
1.4. Alasan
Memilih Judul
Dari
beberapa tema yang ada pada materi kuliah PPKn ini, penulis mendapatkan tema
mengenai kriminalitas. Dari tema tersebut, penulis memilih topik mengenai
perdagangan manusia. penulis sengaja memilih topik ini karena menurut penulis,
pada saat ini perdagangan manusia merupakan masalah yang sangat sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini mengangkat kondisi masyarakat, corak
hidup masyarakat, serta realita apa saja yang selama ini terjadi. Penulis
berpendapat bahwa isu mengenai perdagangan manusia akan terus dibicarakan
sepanjang waktu. Hal itu karena masalah ini sudah menjadi masalah yang sukar
untuk diselesaikan, apalagi untuk diselesaikan sampai ke pangkal masalahnya.
Dari tema perdagangan manusia, penulis memilih judul Perdagangan Manusia di
Indonesia. Selain karena penulis hidup di Indonesia, penulis juga merasa bahwa
kasus perdagangan manusia banyak sekali terjadi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Perdagangan Manusia
Berdasarkan
Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Mencegah, Memberantas dan Menghukum
Perdagangan Manusia, khususnya Perempuan dan Anak (2000), suplemen Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Melawan Organisasi Kejahatan Lintas Batas,
memasukkan definisi perdagangan manusia sebagai berikut. Pertama,
"Perdagangan Manusia" adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan,
penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan
atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima
pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari
seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi
termasuk, paling tidak, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau
praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh.
Kedua,
persetujuan korban perdagangan manusia terhadap eksploitasi yang dimaksud yang
dikemukakan dalam bagian pertama tidak akan relevan jika salah satu dari
cara-cara yang dimuat dalam bagian digunakan. Ketiga; perekrutan, pengiriman,
pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi
dipandang sebagai "perdagangan manusia" bahkan jika kegiatan ini
tidak melibatkan satu pun cara yang dikemukakan dalam bagian pertama pasal ini.
Terakhir, definisi "anak" adalah setiap orang yang berumur di bawah
18 tahun.
Dalam
Perda Anti Trafiking BAB I disebut pengertian tentang trafiking. Trafiking
adalah rangkaian kegiatan dengan maksud eksploitasi terhadap perempuan dan atau
anak yang meliputi kegiatan perdagangan manusia (trafiking) khususnya perempuan
dan anak adalah segala tindakan pelaku trafiking, yang mengandung salah satu
atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara,
pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di
tempat tujuan, perempuan dan anak dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan
verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan kerentanan
(misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi,
ketergantungan obat, jebakan hutang, dll), memberikan atau menerima pembayaran
atau keuntungan, di mana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran
dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili), buruh migran legal maupun
illegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah
tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang dan penjualan
organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.
2.2. Bentuk-Bentuk
Perdagangan Manusia di Indonesia
Ada
beberapa bentuk perdagangan manusia yang ditemukan di Indonesia. Bentuk pertama
adalah buruh migran. Buruh migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah
kelahirannya ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut
dalam jangka waktu relatif menetap. Pekerja migran mencakup sedikitnya dua tipe:
pekerja migran internal dan pekerja migran internasional. Pekerja migran
internal (dalam negeri) adalah orang yang bermigrasi dari tempat asalnya untuk
bekerja di tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah Indonesia. Karena
perpindahan penduduk umumnya dari desa ke kota (rural-to-urban migration), maka
pekerja migran internal seringkali diidentikan dengan “orang desa yang bekerja
di kota.” Pekerja migran internasional (luar negeri) adalah mereka yang
meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negara lain. Di Indonesia,
pengertian ini menunjuk pada orang Indonesia yang bekerja di luar negeri atau
yang dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Karena persoalan TKI
ini seringkali menyentuh para buruh wanita yang menjadi pekerja kasar di luar
negeri, TKI biasanya diidentikan dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW atau
Nakerwan).
Bentuk
kedua adalah perdagangan anak. Perdagangan anak dapat diartikan sebagai segala
bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan perekrutan, transportasi
baik di dalam maupun antar negara, pembelian, penjualan, pengiriman, dan
penerimaan anak dengan menggunakan tipu daya, kekerasan, atau dengan keterlibatan
hutang untuk tujuan pemaksaan pekerjaan domestik, pelayanan seksual,
perbudakan, buruh ijon, atau segala kondisi perbudakan lain, baik anak tersebut
mendapatkan bayaran atau tidak, di dalam sebuah komunitas yang berbeda dengan
komunitas di mana anak tersebut tinggal ketika penipuan, kekerasan, atau keterlibatan hutang tersebut pertama kali terjadi. Namun tidak jarang perdagangan
anak ini ditujukan pada pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak.
Bentuk
ketiga adalah tindakan prostitusi. Secara harfiah, prostitusi berarti
pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi
perdagangan. Secara hukum, prostitusi didefinisikan sebagai penjualan jasa
seksual yang meliputi tindakan seksual tidak sebesar kopulasi dan hubungan
seksual.Pembayaran dapat dilakukan dalam bentuk uang atau modus lain kecuali
untuk suatu tindakan seksual timbal balik. Banyak yang merasa bahwa jenis
definisi dengan penegakan semua dukungan bahasa termasuk selektif hukum sesuai
dengan keinginan dan angan-angan dari badan penegak terkemuka untuk mengontrol
mutlak perempuan. Prostitusi dibagi ke dalam dua jenis, yaitu prostitusi di
mana anak perempuan merupakan komoditi perdagangan dan prostitusi di mana
wanita dewasa sebagai komoditi perdagangan. Prostitusi anak dapat diartikan
sebagai tindakan mendapatkan atau menawarkan jasa seksual dari seorang anak oleh
seseorang atau kepada orang lainnya dengan imbalan uang atau imbalan lainnya.
Bentuk
lainnya adalah perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan. Biasanya,
praktik perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan dilakukan oleh
pria warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia. Hal yang
membendakan antara perbudakan berkedok pernikajan dengan pengantin pesanan
adalah tidak semua kasus pengantin pesanan berakhir dengan nasih yang
mengerikan.
Pada
kasus trafiking, ada beberapa arti dan pengertian istilah penting yang dipakai
sesuai definisi trafiking. Istilah-istilah tersebut adalah :
1. eksploitasi,
yaitu memanfaatkan seseorang secara tidak etis demi kebaikan atau keuntungan
seseorang.
2. eksploitasi
pekerja, yaitu mendapat keuntungan dari hasil kerja orang lain tanpa memberikan
imbalan yang layak.
3. perekrutan,
yaitu tindakan mendaftarkan seseorang untuk suatu pekerjaan atau aktivitas.
4. agen,
yaitu orang yang bertindak atas nama pihak lain, seseorang yang
memfasilitasi proses migrasi (pemindahan) baik migrasi sah maupun tidak sah.
memfasilitasi proses migrasi (pemindahan) baik migrasi sah maupun tidak sah.
5. broker
/ makelar, yaitu seseorang yang membeli atau menjual atas nama orang lain.
6. kerja
paksa dan praktek serupa perbudakan, yaitu memerintahkan seseorang untuk
bekerja atau memberikan jasa dengan menggunakan kekerasan atau ancaman,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi yang dominan, penjeratan utang, kebohongan
atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya. Kerja paksa dapat dilakukan demi keuntungan
pemerintah, individu pribadi, perusahaan atau asosiasi.
7. penghambaan,
yaitu keadaan di mana seseorang berada di bawah penguasaan seorang pemilik atau
majikan; atau hilangnya kebebasan pribadi, untuk bertindak sebagaimana yang
dikehendakinya.
8. perbudakan,
yaitu keadaan di mana seseorang terbelenggu dalam penghambaan sebagai milik
seorang penguasa budak atau suatu rumah tangga; atau praktik untuk memiliki
budak; atau metode produksi di mana budak merupakan tenaga kerja pokok.
9. perbudakan
seksual, yaitu ketika seseorang memiliki orang lain dan mengeksploitasinya
untuk aktivitas seksual.
10. pekerja
seks komersial, yaitu seseorang yang melakukan tindakan seksual untuk
memperoleh uang.
11. pekerja
hiburan, yaitu seseorang yang dipekerjakan di bidang jasa
layanan / service dengan kondisi kerja eksploitatif, pornaaksi / striptease dan kondisi rentan.
layanan / service dengan kondisi kerja eksploitatif, pornaaksi / striptease dan kondisi rentan.
2.3. Penyebab
Perdagangan Manusia di Indonesia
Beberapa
faktor tertentu dapat mendorong seseorang untuk melakukan situasi psikologis
inilah yang dapat menjadi salah satu penyebabnya. Penyebab-penyebab inilah yang
yang mendorong pihak-pihak tertentu sehingga terjadilah perdagangan manusia.
Istilah yang kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia dengan kata trafiking
ini, sampai saat ini belum mendapat perhatian yang intensif dari pihak-pihak
terkait, misalnya aparat penegak hukum dan pemerintah Republik Indonesia. Jadi,
sangat tidak mengherankan jika para korban trafiking terus berjatuhan. Bahkan
pada faktanya, rentetan korban kemungkinan besar bertambah apabila tidak
ditangani dengan serius.
Trafiking
dapat terjadi karena berbagai macam faktor, kondisi, pemicu, serta persoalan
yang berbeda-beda. Faktor pertama yang mempengaruhi hal ini adalah kurangnya
kesadaran masyarakat itu sendiri terhadap bahaya trafiking. Kesadaran ini tidak
hanya didapatkan dari mereka yang telah menjadi korban perdagangan manusia,
kesadaran mengenai trafiking seharusnya juga didapatkan dari mereka yang
menjalankan atau terlibat langsung dalam kegiatan perdagangan manusia.
Kurangnya perhatian mengenai trafficking dapat disebabkan karena kurangnya
kewaspadaan dan kurangnya informasi. Selain itu, pengetahuan yang terbatas
mengenai motif-motif dari perdagangan manusia juga menjadi salah satu penyebab
kurangnya perhatian mengenai trafficking.
Faktor
kedua adalah faktor ekonomi. Permasalahan ini sering sekali menjadi pemicu
utama terjadinya kasus perdagangan manusia. Tanggung jawab yang besar untuk
menopang hidup keluarga, keperluan yang tidak sedikit sehingga membutuhkan uang
yang tidak sedikit pula, kelilit hutang yang sangat besar, dan motif-motif
lainnya yang dapat memicu terjadinya tindakan perdagangan manusia. Tidak hanya
itu, hasrat ingin cepat kaya juga mendorong seseorang untuk melakukan tindakan
tersebut.
Faktor
ketiga adalah kebudayaan masyarakat setempat. Memang tidak secara gamblang
terlihat bukti mengenai tindakan perdagangan manusia. Namun pada kebudayaan
masyarakat tertentu, terdapat suatu kebiasaan yang menjurus pada tindakan
perdagangan manusia. Sebagai contoh, dalam hierarki kehidupan pada hampir semua
kebudayaan, memang sudah kodrat perempuan untuk tidak mengejar karir. Mereka
“ditakdirkan” untuk mengurus rumah tangga, mengurus anak, serta bersolek. Kalau
memang diperlukan perempuan bertugas untuk mencari nafkah tambahan bagi
keluarganya. Sedangkan laki-laki dalam hierarki kehidupan pada mayoritas
kebudayaan, berfungsi sebagai pencari nafkah, dan juga pemimpin setidaknya bagi
keluarganya sendiri. Namun pada kenyataannya, tidak semua keluarga tercukupi
kebutuhannya hanya dari pendapatan utama, yaitu pendapatan laki-laki. Tidak
semua dapat sejahtera hanya dengan satu sumber penghasilan. Biasanya, hal
inilah yang mendorong kaum perempuan untuk tetap melangsungkan kehidupan
keluarga mereka sehingga mereka melakukan migrasi dengan menjadi tenaga kerja.
Contoh
lainnya, seorang anak mempunyai peran dalam sebuah keluarga. Kepatuhan terhadap
orangtua, rasa tanggung jawab terhadap masa depan orangtua mereka, atau situasi
ekonomi keluarga yang jauh dari cukup terkadang memaksa anak-anak ini untuk
bekerja. Terkadang hanya bekerja di sekitar lingkungan. Namun tidak sedikit
juga yang melakukan migrasi untuk mendapatkan uang.
Contoh
terakhir adalah kasus pernikahan dini. Pernikahan dini mempunyai dampak yang
serius bagi pelakunya, terlebih bagi kaum perempuan. Mereka tidak hanya diintai
oleh bahaya kesehatan, namun juga kesempatan menempuh pendidikan yang juga
semakin menjadi terbatas bagi mereka. Hal itu berdampak pula pada kesempatan
kerja yang terbatas sehingga situasi ekonomi mereka semakin terjepit. Pernikahan
dini juga menghambat perkembangan psikologis pelakunya, sehingga hal ini
menimbulkan gangguan perkembangan pribadi, rusaknya hubungan dengan pasangan.
Bahkan tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pula perceraian dini. Pada
perempuan, apabila mereka sudah menikah sudah dianggap sebagai wanita dewasa.
Apabila sewaktu-waktu mereka bercerai, mereka tetap dianggap sudah dewasa.
Mereka inilah yang rentan menjadi korban tindakan perdagangan manusia yang
dapat disebabkan karena kerapuhan ekonomi, emosi yang masih labil, dan
lain-lain.
Faktor
selanjutnya adalah pengetahuan masyarakat yang terbatas. Orang dengan tingkat
pendidikan yang rendah memiliki lebih sedikit keahlian daripada orang dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan kesempatan kerja yang
semakin sedikit sehingga akan sangat sulit untuk meningkatkan kesejahteraan
hidup mereka. Dengan iming-iming bisa cepat kaya, orang-orang dengan situasi
seperti ini dapat mudah untuk direkrut dan dapat menjadi korban perdagangan
manusia.
Faktor
keenam adalah kurangnya pencatatan / dokumentasi. Dokumentasi ini meliputi akta
kelahiran atau surat keterangan kelahiran. Karena hal ini sangat minim
dilakukan, maka akan sangat mudah untuk melakukan pemalsuan identitas. Sampai
saat ini, masih banyak orangtua yang tidak mencatatkan kelahiran anaknya di
kantor catatan sipil. Para orangtua melakukan hal tersebut karena mereka
menganggap bahwa untuk mencatatkan kelahiran anak-anak mereka dibutuhkan
sejumlah uang yang besar. Akibat yang ditimbulkan dari hal ini adalah anak-anak
tersebut tidak akan tercatat oleh negara. Apabila sewaktu-waktu mereka menjadi
korban perdagangan manusia, mereka akan sangat sulit untuk mendapatkan bantuan
dari pihak terkait.
Faktor
terakhir adalah lemahnya aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam
melakukan penjagaan terhadap indikasi terjadinya kasus perdagangan manusia.
Sampai saat ini, para pelaku kasus perdagangan manusia masih dapat bebas
berkeliaran tanpa adanya pengawasan yang ketat dari aparat penegak hukum. Hal
inilah yang membuat kasus perdagangan manusia seolah-olah dihalalkan dan tidak
ada titik terang mengenai penyelesaiannya.
2.4. Akibat
Perdagangan Manusia
Para
korban perdagangan manusia mengalami banyak hal yang sangat mengerikan.
Perdagangan manusia menimbulkan dampak negatif yang sangat berpengaruh terhadap
kehidupan para korban. Tidak jarang, dampak negatif hal ini meninggalkan
pengaruh yang permanen bagi para korban. Dari segi fisik, korban perdagangan
manusia sering sekali terjangkit penyakit. Selain karena stress, mereka dapat
terjangkit penyakit karena situasi hidup serta pekerjaan yang mempunyai dampak
besar terhadap kesehatan. Tidak hanya penyakit, pada korban anak-anak
seringkali mengalami pertumbuhan yang terhambat.
Sebagai
contoh, para korban yang dipaksa dalam perbudakan seksual seringkali dibius
dengan obat-obatan dan mengalami kekerasan yang luar biasa. Para korban yang
diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual menderita cedera fisik akibat
kegiatan seksual atas dasar paksaan, serta hubungan seks yang belum waktunya
bagi korban anak-anak. Akibat dari perbudakan seks ini adalah mereka menderita
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, termasuk
diantaranya adalah HIV / AIDS. Beberapa korban juga menderita cedera permanen pada
organ reproduksi mereka.
Dari
segi psikis, mayoritas para korban mengalami stress dan depresi akibat apa yang
mereka alami. Seringkali para korban perdagangan manusia mengasingkan diri dari
kehidupan sosial. Bahkan, apabila sudah sangat parah, mereka juga cenderung
untuk mengasingkan diri dari keluarga. Para korban seringkali kehilangan
kesempatan untuk mengalami perkembangan sosial, moral, dan spiritual. Sebagai
bahan perbandingan, para korban eksploitasi seksual mengalami luka psikis yang
hebat akibat perlakuan orang lain terhadap mereka, dan juga akibat luka fisik
serta penyakit yang dialaminya. Hampir sebagian besar korban “diperdagangkan”
di lokasi yang berbeda bahasa dan budaya dengan mereka. Hal itu mengakibatkan
cedera psikologis yang semakin bertambah karena isolasi dan dominasi.
Ironisnya, kemampuan manusia untuk menahan penderitaan yang sangat buruk serta
terampasnya hak-hak mereka dimanfaatkan oleh “penjual” mereka untuk menjebak
para korban agar terus bekerja. Mereka juga memberi harapan kosong kepada para
korban untuk bisa bebas dari jeratan perbudakan.
2.5. Tindakan
Pemerintah Indonesia dalam Menangani Kasus Perdagangan Manusia
Pemerintah
Indonesia turut meratifikasi protokol PBB tersebut dan Rencana Aksi Nasional
(RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang disahkan pada tanggal 30
Desember 2002 melalui Keputusan Presiden No.88 Tahun 2002. RAN tersebut
merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam
melaksanakan penghapusan perdagangan perempuan dan anak (Kementerian
Pemberdayaan Perempuan/KPP, RAN, 2002, hlm. 4). Pengesahan RAN ditindaklanjuti
dengan pembentukan gugus tugas anti trafiking di Tingkat Nasional. Untuk
menjamin terlaksananya RAN di tingkat propinsi dan kabupaten / kota maka
penetapan peraturan dan pembentukan gugus tugas. Penetapam peraturan dan
pembentukan gugus tugas ini dibuat berdasarkan keputusan kepala daerah
masing-masing, termasuk anggaran pembiayaannya (KPP/RAN, hlm8-9).
Dalam
RAN (hlm 14-15) diberikan 29 rujukan landasan hukum yang relevan sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat dipakai dalam upaya
menghapus trafiking, antara lain: Undang-Undang (UU) No.1 Tahun 1946 tentang
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP); UU no.7 tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita; UU
no.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; UU no.19 tahun 1999 tentang Pengesahan
Konvensi ILO (International Labor Organisation) no.105 mengenai Penghapusan
Kerja Paksa; UU no. 1 tahun 2000 tentang Pengesahan Konvesi ILO No.182 mengenai
Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk
Untuk Anak; UU no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan rujukan-rujukan
relevan lainnya.
Sampai
saat ini, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap kasus perdagangan
manusia semakin besar. Usaha pemerintah untuk menyelesaikan masalah-masalah
perdagangan manusia sudah semakin terlihat nyata. Hal ini terbukti dari
meningkatnya jumlah kasus yang ditangani oleh aparat hukum. Selain itu, saat
ini sudah banyak pelaku tindakan perdagangan manusia yang masuk penjara dan
diproses secara hukum. Sejak di berlakukannya Undang-Undang Anti perdagangan
Manusia di Indonesia pada tahun 2007, jumlah kasus usaha perdagangan manusia
yang ditangani oleh aparat hukum meningkat dari 109 kasus pada tahun 2007
menjadi 129 pada tahun 2008.
Menurut
data yang diperoleh, hukuman yang dijatuhkan untuk pelaku tindakan perdagangan
manusia meningkat dari 46 kasus pada tahun 2007 menjadi 55 kasus pada tahun
2008. Namun, eksploitasi yang diduga dilakukan oleh perusahaan besar masih
menjadi masalah serius, walaupun aparat kepolisian dan Kementrian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi telah berkali-kali melakukan operasi untuk memecahkan kasus
ini.
Penegakan
hukum terhadap aparat yang ikut melakukan tindakan mendukung perdagangan
manusia juga masih cukup memprihatinkan. Petugas yang terlibat langsung dalam
usaha perdagangan manusia atau pun yang hanya memberikan perlindungan terhadap
bisnis tersebut masih banyak yang belum ditindak. Sementara itu, pemerintah
Indonesia selalu berusaha untuk meningkatkan pelayanan sekaligus perlindungan
terhadap warga negaranya yang bekerja di luar negeri. Salah satu contoh
komitmen pemerintah Republik Indonesia dalam melindungi warga negara Indonesia
yang bekerja di luar negeri dapat dilihat dari tindakan penghentian sementara
pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia.
2.6. Solusi
Masalah Perdagangan Manusia di Indonesia
Rendahnya
tingkat ekonomi, pendidikan, dan situasi psikologis adalah penyebab utama
terjadinya perdagangan manusia. Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan agar
kasus perdagangan manusia dapat berkurang. Solusi pertama adalah meningkatkan
kesadaran masyarakat melalui penyuluhan pemuka agama dan pemerintah. Apabila
kesadaran masyarakat akan bahaya dari perdagangan manusia sudah muncul, maka
diharapkan tingkat perdagangan manusia akan sedikit berkurang.
Solusi
kedua adalah memperluas tenaga kerja, fokus pada program Usaha Kecil Menengah
(UKM), serta pemberdayaan perempuan. Apabila lapangan kerja di Indonesia sudah
cukup memenuhi kebutuhan masyarakat, maka keinginan untuk bermigrasi dan
bekerja di luar negeri akan berkurang dan resiko perdagangan manusia pun akan
semakin berkurang juga.
Solusi
selanjutnya adalah meningkatkan pengawasan di setiap perbatasan NKRI serta
meningkatkan kinerja para aparat penegak hukum. Kejahatan seperti perdagangan
manusia dapat saja terjadi. Kemungkinan untuk terjadi akan semakin besar
apabila tidak ada pengawasan yang ketat oleh aparat yang terkait. Apabila
pengawasan sudah ketat dan hukum sudah ditegakkan, maka kasus perdagangan
manusia dapat berkurang.
Solusi
lainnya adalah memberikan pengetahuan dan penyuluhan seefektif mungkin kepada
masyarakat. Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan penyuluhan dan
sosialisasi masalah yang rutin mengenai perdagangan manusia kepada masyarakat.
Dengan sosialisasi secara terus-menerus, masyarakat akan mengetahui bahaya
masalah ini dan bagaimana solusinya. Pendidikan tentu saja tidak hanya
diberikan kepada masyarakat golongan menengah ke atas. Justru pendidikan
tersebut harus diberikan kepada kaum kelas bawah, karena mereka rentan sekali
menjadi korban praktik perdagangan manusia. perdagangan manusia seringkali
terjadi pada masyarakat dengan taraf pendidikan yang cukup rendah. Pendidikan
harus diberikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua lapisan
masyarakat.
Setelah
masyarakat mengetahui masalah ini, saatnya mereka memberitahu kepada orang
lain yang belum tahu. Apabila informasi seperti ini tidak disebarluaskan, maka
rantai masalah ini tidak akan pernah terputus. Sudah menjadi kewajiban
masyarakat untuk menyampaikan apa yang terjadi pada orang lain, terlebih lagi
orang-orang yang dianggap berpotensi mengalami tindakan perdagangan manusia.
Sebab, orang yang tidak mengetahui adanya permasalahan ini tidak akan menyadari
bahwa hal ini mungkin telah terjadi pada orang lain di sekitar mereka.
Solusi
terakhir adalah berperan aktif untuk mencegah. Setelah mengetahui dan berusaha berbagi dengan masyarakat yang lain, kita juga dapat berperan aktif untuk
menanggulangi permasalahan ini. Berperan aktif dapat dilakukan dengan cara
melaporkan kasus perdagangan manusia yang diketahui kepada pihak yang berwajib.
Masyarakat juga bisa mengarahkan keluarganya untuk lebih berhati-hati terhadap
orang lain, baik yang tidak dikenal maupun yang sudah dikenal. Mungkin hal yang
dilakukan hanyalah sesuatu yang kecil dan sederhana, namun apabila semua orang
bergerak untuk turut melakukannya, bukan tidak mungkin masalah ini akan
teratasi.
Tulisan bahasa Indonesia 2#
TULISAN BAHASA INDONESIA 2#
KEKERASAN FISIK TERHADAP ANAK
Siapa
sebenarnya yang disebut sebagai anak?.. Menurut pasal 1 ayat 1 UU No. 23 tahun
2002 yang dimaksud anak
adalah seseorang
yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Apa yang dimaksud perlindungan Anak?
Perlindungan anak adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Sementara yang dimaksud perlindungan
khusus yaitu perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat,
anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
anak yang diekploitasi secara ekonomi dan /atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya, dan bagi anak yang menjadi korban
penculikan, korban kekerasan baik fisik maupun mental, anak yang cacat, dan
juga bagi anak-anak yang ditelantarkan.
Konvensi Hak Anak
Konvensi atau kovenan adalah pakta
(treat, traktat) atau perjanjian diantara beberapa negara. Karena pakta
bersifat mengikat (diantara beberapa negara) secara yuridis, pakta dirujuk juga
sebagai hukum internasional. Konvensi Hak Anak disahkan pada 20 November 1989
oleh Majelis Umum PBB. Pada 2 September 1989 sesuai ketentuan pasal 49 (ayat
1), KHA diberlakukan sebagai hukum internasional. Surat keputusan Presiden No.
36/1990 tanggal 25 Agustus 1990 meratifikasi KHA sehingga efektif berlaku
sebagai instrumen hukum perlindungan anak di Indonesia.
Apa yang dimaksud kekerasan terhadap
anak?
Kekerasan terhadap anak dalam arti
kekerasan dan penelantaran adalah: “semua bentuk perlakuan menyakitkan secara
fisik maupun emosional, pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial
atau eksploitasi lain yang mengakibatkan cidera atau kerugian nyata ataupun
potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak
atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab,
kepercayaan, atau kekuasaan. Sementara pengertian menurut UU Perlindungan
Anak pasal 13 yang dimaksud kekerasan terhadap anak adalah “diskriminasi,
eksploitasi baik fisik maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan
penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya.”
Di mana saja kekerasan terhadap anak
terjadi?
Berdasarkan identifikasi dari kasus kekerasan anak,
lingkup terjadinya kekerasan tersebut dapat berasal dari rumah/ tempat
tinggalnya, kekerasan dalam komunitas (termasuk sekolah), dan kekerasan
yang berbasis pada kebijakan/tindakan negara.
Apa saja jenis kekerasan terhadap
anak?
Menurut WHO ada beberapa jenis kekerasan
pada anak, yaitu;
a. kekerasam fisik
Kekerasan fisik adalah tindakan yang
menyebabkan rasa sakit atau potensi menyebabkan sakit yang dilakukan oleh orang
lain, dapat terjadi sekali atau berulang kali. Kekerasan fisik misalnya;
dipukul, ditendang. dijewer/dicubit, dsb.
b. kekerasan seksual
Kekerasan adalah ketertiban anak dalam
kegiatan seksual yang tidak dipahaminya. Kekerasan seksual dapat berupa
perlakuan tidak senonoh dari orang lain, kegiatan yang menjurus pada
pornografi, perkataan-perkataan porno, dan melibatkan anak dalam bisnis prostitusi,
dsb.
c. kekerasan emosional
Kekerasan emosional adalah segala
sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal
ini dapat berupa kata-kata yang mengancam/ menakut-nakuti anak, dsb.
d. tindakan pengabaian & penelantaran
Tindakan pengabaian dan penelantaraan
adalah ketidakpedulian orang tua atau orang yang bertanggung jawab atas anak
pada kebutuhan mereka, seperti: pengabaian kesehatan anak, pendidikan anak,
terlalu mengekang anak, dsb.
e. kekerasan ekonomi
Kekerasan ekonomi (eksploitasi
komersial) adalah penyalahgunaan tenaga anak untuk bekerja dan kegiatan lainnya
demi keuntungan orang tuanya atau orang lain, seperti menyuruh anak bekerja
secara seharian dan menjuruskan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya
belum dijalaninya.
DAMPAK KEKERASAN TERHADAP ANAK
Kekerasan yang dialami anak dapat
berakibat langsung pada diri sang anak. bila seorang anak mengalami kekerasan
secara fisik, dampak langsung yang akan dialaminya diantaranya dapat
mengakibatkan kematian, patah tulang/ luka-luka, dan pertumbuhan fisiknya pun
berbeda dengan teman sebayanya. Sedangkan dampak jangka panjang yang
dapat dialami anak yang mendapat kekerasan adalah akan munculnya perasaan
malu/menyalahkan diri sendiri, cemas/depresi, kehilangan minat untuk
bersekolah, stres pasca-trauma seperti terus-menerus memikirkan peristiwa
traumatis yang dialaminya, dan dapat pula tumbuh sebagai anak yang mengisolasi
diri sendiri dari lingkungan di sekitarnya.
Daftar pustaka : http://iin-green.web.id/2010/05/08/definisi-kekerasan-terhadap-anak/
Daftar pustaka : http://iin-green.web.id/2010/05/08/definisi-kekerasan-terhadap-anak/
Langganan:
Postingan (Atom)